![]() |
Ilustrasi Obat Paracetamol (Sumber: Canva) |
Oleh : Arquita Nadya Indriyanto *
Mahasiswi Farmasi Universitas Islam Indonesia
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Paracetamol merupakan obat dari kelompok antiinflamasi non-steroid (AINS) yang berperan sebagai antipiretik (mengurangi demam) dan analgetik (mengurangi rasa sakit). Proses penghambatan enzim cyclooxygenase (COX) yang berperan dalam sistem saraf pusat dan perifer yang menyebabkan efek analgesik. Selain itu, paracetamol menurunkan hiperalgesia yang diakibatkan oleh substansi P melalui jalur nitric oxide. Penelitian oleh Cethan et al. menunjukkan bahwa penggunaan paracetamol intravena sebagai analgesik pasca operasi secara preemptif memiliki efektivitas dan keamanan yang rendah. (Hidayat et al., 2017a)
Analgesia preemptif adalah suatu pendekatan pengelolaan nyeri yang diterapkan sebelum munculnya rangsangan nyeri, melalui pemblokiran jalur nosiseptif perifer dan modifikasi nyeri di dalam sistem saraf pusat. Tujuan utama adalah mengurangi rasa sakit akut akibat cedera jaringan, mencegah perubahan sistem saraf pusat dalam persepsi nyeri, serta menghindari timbulnya nyeri kronis. Salah satu elemen kunci dalam merasakan nyeri adalah substansi P, yaitu zat yang membawa sinyal rasa sakit ke otak melalui sistem saraf pusat. (Hidayat et al., 2017b)
Esai ini bertujuan untuk menguraikan cara kerja paracetamol dalam tubuh serta mengevaluasi risiko keracunan hati yang dapat muncul akibat overdosis. Dengan pemahaman ini, masyarakat diharapkan lebih bijak dalam menggunakan obat bebas seperti paracetamol.
PEMBAHASAN
Mekanisme Kerja
Paracetamol
Demam merupakan kondisi ketika suhu tubuh meningkat melebihi angka normal, yaitu di atas 38°C, dan sering kali menjadi salah satu indikator awal terjadinya penyakit. Secara fisiologis, suhu tubuh manusia yang dianggap normal berkisar antara 36,5°C hingga 37°C. Ketika terjadi infeksi atau kontak dengan patogen seperti bakteri, virus, atau mikroorganisme lainnya, tubuh akan bereaksi dengan cara meningkatkan suhu sebagai upaya perlindungan. Dalam situasi ini, demam berfungsi sebagai salah satu indikasi klinis utama yang mencerminkan aktivasi sistem imun dalam usaha melawan dan menghambat perkembangan patogen. (Umniyyah Azizah Al Jufri, 2025)
Paracetamol atau disebut juga asetaminofen, ialah turunan dari senyawa para- amino-fenol yang termasuk dalam kategori obat analgesik-antipiretik dan juga sebagai salah satu yang paling sering digunakan oleh masyarakat. Obat ini memiliki berbagai efek farmakologis, termasuk sebagai analgesik untuk mengurangi nyeri, antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh, serta sifat antiinflamasi yang membantu mengurangi peradangan di dalam tubuh. (Aulia Fatan et al., n.d.)
Antipiretik adalah obat yang berperan menurunkan suhu tubuh ketika demam dengan cara menghalangi produksi prostaglandin E2 di bagian hipotalamus. Prostaglandin ini biasanya dihasilkan sebagai respons terhadap pirogen endogen yang dilepaskan oleh tubuh saat terjadi infeksi atau peradangan. Kinerja antipiretik bersifat selektif, hanya aktif menurunkan suhu saat terjadi demam, tanpa memengaruhi. Penggunaan obat ini sebaiknya tidak dilakukan secara teratur karena dapat menimbulkan efek toksik. Adapun beberapa efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan antipiretik meliputi gangguan fungsi hati dan ginjal, iritasi pada saluran pencernaan, masalah pembekuan darah akibat disfungsi trombosit, serta penimbunan garam dan cairan yang dapat memengaruhi keseimbangan tubuh.(Utari Madiningrum et al., 2024)
Paracetamol mengurangi rasa sakit dengan cara menghambat jalur sinyal nyeri dari daerah perifer sebelum mencapai sistem saraf pusat, terutama di dorsal horn. Rute kerja yang terintegrasi ini menguatkan efek analgesik pusat paracetamol. Salah satu cara kerjanya adalah dengan menghambat penghantaran sinyal nyeri dari saraf perifer ke area dorsal horn di sumsum tulang belakang. Hal ini dicapai melalui beberapa mekanisme, termasuk penekanan aktivitas reseptor TRPA1 yang terlibat dalam deteksi nyeri, serta pencegahan pengambilan ulang senyawa anandamide, yaitu komponen cannabinoid alami dalam tubuh. Di samping itu, paracetamol juga memodulasi jalur nosiseptif di sistem saraf pusat dengan cara menurunkan kepekaan saraf terhadap stimulus nyeri melalui penghambatan aktivitas reseptor TRPV1(Hidayati & Kustriyani, 2020).
Mekanisme |
Jalur |
Efek yang
Dihasilkan |
Inhibisi COX di SSP |
Hipotalamus |
Penurunan suhu tubuh
(antipiretik) |
Inhibisi substansi P
& nitric oxide |
Jalur nosiseptif perifer dan pusat |
Menghambat hiperalgesia (analgesik) |
Modulasi reseptor TRPA1 dan TRPV1 |
Dorsal horn
sumsum tulang belakang |
Menurunkan transmisi nyeri |
Reuptake anandamide (endocannabinoid) |
Sistem endokannabinoid |
Efek analgesik sentral |
Tabel 1. Mekanisme Kerja Paracetamol
Dosis Aman Paracetamol
Paracetamol ialah obat yang di kategorikan sebagai obat tanpa resep (over-the- counter), sehingga bisa didapatkan tanpa perlu resep dokter. Obat ini bekerja sebagai analgesik untuk mengurangi nyeri ringan hingga sedang, dan juga memiliki efek antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh. Pada dosis terapeutik, paracetamol biasanya Penggunaannya umumnya tidak berisiko dan jarang menimbulkan efek samping yang berat. Meski begitu, jika dikonsumsi secara berlebih, paracetamol dapat menimbulkan dampak hepatotoksik atau efek yang dapat merusak hati. Dalam keadaan normal, metabolisme paracetamol di tubuh terjadi melalui dua jalur utama, yaitu glukuronidasi dan sulfasi, yang berfungsi untuk mengeluarkan obat ini dengan aman dari sistem tubuh. (Esperanza et al., 2021)
Dosis paracetamol yang dianggap aman dan efesien berkisar antara 10-15 mg per kilogram berat badan (BB) orang yang menggunakan, dan dapat digunakan secara berkala dengan selang waktu 4 hingga 6 jam. Obat ini membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 60 menit untuk mulai memberikan efek, dan sekitar 80 persen anak mengalami efek antipiretik berupa penurunan suhu tubuh dalam jangka waktu tersebut (Aulia Fatan et al., n.d.). Secara prinsip, dosis paracetamol yang diberikan melalui mulut (oral) maupun rektum umumnya berada dalam kisaran yang sama dan serupa.
Untuk anak-anak, rekomendasi dosis berada pada rentang 10–15 mg/kg berat badan, diberikan tiap 4 sampai 6 jam. Meski demikian, pemberian lewat anus kadang memerlukan penyesuaian, karena dosis standar sering kali tidak cukup untuk menghasilkan kadar obat dalam darah yang efektif sebagai antipiretik. Oleh karena itu, dalam kondisi tertentu, penggunaan dosis rektal yang lebih tinggi, sekitar 30 sampai 45 mg/kg, diperlukan agar penurunan suhu tubuh dapat berlangsung optimal. (Sholihah, 2020)
Kelompok Pasien |
Jalur Pemberian |
Dosis yang Dianjurkan |
Frekuensi Pemberian |
Catatan |
Anak-anak |
Oral |
10–15 mg/kg BB |
Setiap 4–6
jam |
Maksimal 5 dosis/hari |
Anak-anak |
Rektal |
30–45 mg/kg BB |
Setiap 4–6
jam |
Dosis lebih tinggi
diperlukan untuk efek optimal |
Dewasa |
Oral/rektal |
Maksimal 4 gram/hari |
500 mg – 1000 mg per
dosis |
Hindari penggunaan jangka panjang tanpa pengawasan |
Tabel 2. Dosis Aman Paracetamol Berdasarkan Jalur Pemberian
SOLUSI
Agar penggunaan paracetamol tetap aman dan efektif, diperlukan edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai dosis serta risiko efek sampingnya. Solusi yang memungkinkan untuk diimplementasikan
antara lain:
1. Edukasi Penggunaan Obat Bebas
Masyarakat
perlu diberikan edukasi melalui media sosial, brosur di apotek, dan penyuluhan oleh tenaga kesehatan terkait dosis yang sesuai, durasi penggunaan, serta tanda-tanda awal toksisitas hati
akibat overdosis paracetamol.
2.
Peran Apoteker
dan Tenaga Medis
Apoteker
berperan signifikan dalam mengedukasi pasien terkait penggunaan obat yang benar dan sesuai aturan.
Tenaga medis juga perlu memberikan anjuran yang jelas saat meresepkan paracetamol,
terutama bagi pasien dengan gangguan hati atau yang sedang mengonsumsi obat
lain yang berisiko meningkatkan toksisitas hati.
3.
Labelisasi dan Pembatasan Dosis
Maksimum
Produk
paracetamol sebaiknya mencantumkan informasi dosis maksimum harian secara jelas pada kemasannya. Untuk dewasa, batas maksimum harian adalah 4 gram,
sedangkan untuk anak-anak, disesuaikan berdasarkan berat badan.
4. Pemantauan Terapi dan Penggunaan Jangka
Panjang
Pasien yang menggunakan paracetamol secara rutin, terutama dalam jangka panjang, perlu dipantau fungsi hati secara berkala. Hal ini penting guna mencegah kerusakan hati yang tidak terdeteksi.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia Fatan,
F., Laily Hilmi,
I., Farmasi, P., Ilmu Kesehatan, F., & Singaperbangsa Karawang,
U. (n.d.). Journal of Pharmaceutical and Sciences |Volume 6|No.1|JAN-MAR|2023|pp. 230–236.
Esperanza, Y., Prabowo, S., & Handajani, F. (2021). Efektivitas Pemberian Curcumin terhadap Perbaikan Fungsi Hepar Tikus Putih (Rattus Novergicus) yang diinduksi Parasetamol Dosis Tinggi: Studi Literatur. In Online) Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma (Vol. 10, Issue 2).
Hidayat, A. P., Harahap,
S., Villyastuti, Y. W., Ppds, *, Anestesi, B., Terapi, D., Fk, I., Rsup, U.
/, Semarang, K., & Pengajar, S. (2017a). DIFFERENCE BETWEEN PARACETAMOL AND KETOROLAC AGAINST P SERUM SUBSTANCE AS PREEMPTIVE ANALGESIA. In Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: Vol. IX (Issue 1).
Hidayat, A. P., Harahap,
S., Villyastuti, Y. W., Ppds, *, Anestesi, B., Terapi, D., Fk, I., Rsup, U.
/, Semarang, K., & Pengajar, S. (2017b). DIFFERENCE BETWEEN PARACETAMOL AND KETOROLAC AGAINST P SERUM SUBSTANCE AS PREEMPTIVE ANALGESIA. In Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: Vol. IX (Issue 1).
Hidayati, H., & Kustriyani, A. (2020). PARACETAMOL, MIGRAINE, AND MEDICATION
OVERUSE HEADACHE (MOH). JPHV (Journal of Pain, Vertigo and Headache), 1(2), 42–47. https://doi.org/10.21776/ub.jphv.2020.001.02.5
Sholihah, S. H. (2020). EFEKTIVITAS PEMBERIAN PARASETAMOL ORAL VERSUS PARASETAMOL REKTAL UNTUK ANTIPIRETIK PADA ANAK: SYSTEMATIC REVIEW. In Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik (JIFFK) (Vol. 17, Issue 1). www.unwahas.ac.id/publikasiilmiah/index.php/ilmufarmasidanfarmasiklinik
Umniyyah Azizah Al Jufri. (2025). Efektivitas dan Keamanan Paracetamol dan Ibuprofen sebagai Antipiretik. Health & Medical Sciences, 2(3). https://doi.org/10.47134/phms.v2i3.400
Utari Madiningrum, D., Cintya Pratiwi,
R., Alya Asta, R., Ahla Najlaa,
F., Dyani Laksmi, F., Hardiyanti, M., Fauzia
Tiara Putri, A., Septiafanera
Praja, T., Fadilah Akbar, M., Fediani Nugroho, A.,
Hermansyah, A., & Nanizar Zaman Joenoes Kampus, G. C. (2024). Pengelolaan Demam dan Penggunaan Antipiretik oleh Pengemudi
Ojek Online. In Jurnal Farmasi Komunitas (Vol. 11, Issue
1). https://orcid.org/0000-0002-9716-3126
*) Oleh: Arquita Nadya Indriyanto, Mahasiswi Farmasi Universitas Islam Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi segapmedia.online.
***
**) Rubrik artikel di SEGAPMedia .Online terbuka untuk umum. Panjang naskah minimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: redaksi.segapmedia@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.