Oleh: Seto G. Pratomo
Mahasiswa Fakultas Hukum UII
Hanya pada orang-orang tertentu saja,
Yang berbeda narasi ditodong sejata,
Berbeda tindakan dimasukkan penjara,
Melawan kebrutalan dianggap melawan negara,
Keadilan hanya jadi angan-angan semata.
Tumpang tindih hukum semakin nyata,
Penegak hukum mempermainkan hukum negara,
Mempermainkan,
Ya mempermainkan,
Bahkan sampai menyalahkan,
Menyalahkan yang benar,
Membenarkan yang salah,
Terlihat begitu kontras di mata rakyat,
Terutama rakyat biasa.
Tajam dan begitu tajamnya,
Ketika ditegakkan kepada rakyat biasa,
Hanya bisa do'a pada Tuhan yang Maha Esa,
Namun,
Tumpul dan begitu tumpulnya,
Ketika ditegakkan pada pejabat negara,
Berserta para antek-anteknya.
Nyawa jiwa raga tiada harga-nya,
Yang pasti nyawa rakyat biasa,
Pembantaian sudah dianggap biasa.
Tapi, begitu mahal dan sangat mahalnya,
Yang pasti nyawa pejabat negara,
Yang merong-rong sebagai tikus negara,
Habis uang rakyat dimakan mereka,
Tapi hukum sulit untuk ditegakkan padanya.
Sangat bahaya membara,
Bahaya ketika penegak jadi membabi buta,
Menyikat apa saja di depannya,
Terutama pada rakyat biasa,
Padahal tugasnya mengayomi warga.
Sampai kapan ini terus terjadi lagi,
Terus dan menerus sampai nanti,
Nanti yang tidak tahu pasti,
Semoga lekas sembuh hukum negeriku ini,
Jangan sampai darah rakyat tercecer lagi,
Puisi ini bukan sekedar puisi,
Puisi yang lahir karena mirisnya hati,
Melihat negeri tercinta ini,
Segera pulih negeri.
Jakarta, 13 Desember 2020
kereeeennnnnnn
BalasHapusMenyentuh krna sngat realita
BalasHapusSangat miris melihatnya, semoga lekas pulih
BalasHapusRelate 100%.
BalasHapusAntara siap dan tak siap.
siap menata diri. Tapi, belum siap membuka diri. Bukan?
#����