Oleh: Ziyana Mumtazah*
Mahasiswi UIN SATU Tulungagung, Jawa Timur
Ayana membuka pintu kamarnya perlahan. Ia sangat lelah dengan aktivitas padat hari ini. Mengurus butiknya yang banjir orderan, undangan menjadi narasumber, ditambah ibunya yang terus menerus menghantuinya dengan pertanyaan, kapan mau menikah.
Ayana tahu, jika umurnya tidak lagi muda. Di daerahnya, Perempuan dengan umur 25 tahun dianggap perawan tua jika tidak segera menikah. Padahal teman-teman Ayana juga banyak yang belum menikah. Entah kenapa ibunya mudah sekali terpengaruh oleh omongan tetangga.
Ayana pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan cuci muka. Sayup-sayup ia mendengar nada dering ponselnya berbunyi. Ia lekas membasuh wajahnya yang penuh sabun dengan air, kemudian mengangkat telepon tanpa melihat siapa yang menghubunginya malam-malam begini.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam Warohmatullah"
"Gimana kabarnya Ay?"
Ayana masih belum sadar siapa gerangan yang menelponnya.
"Alhamdulillah baik, ini siapa ya?"
Kemudian ia melihat layar ponselnya, dan terpampanglah sebuah nomor tanpa nama, tapi anehnya si penelepon tau namanya dan Ayana merasa tidak asing dengan suara ini.
"Ay, maafin aku"
Ayana yakin kalau yang menelponnya adalah seorang pria.
"Maaf? Ini siapa ya? Kok minta maaf?"
"Aku Adrian"
Deg !
Ayana tak menduga yang menelponnya adalah Adrian. Ya, dia adalah masa lalunya. Pernah dekat sedari menginjak SMP dan hilang kontak saat lulus SMA. Ia tak tahu apa sebabnya. Adrian menghilang begitu saja. Meninggalkan kenangan, suka dan duka yang sulit dilupakan. Itulah yang menyebabkan Ayana tak berani membuka hati untuk yang kedua kalinya. Ia kecewa dan tak mau masuk ke lubang yang sama. Tanpa mendalami apa yang terjadi ia menjudge Adrian tak lebih dari seorang pengkhianat. Ia berpikir semua laki-laki adalah sama.
"Ay.."
Ayana tersadar dari lamunannya, wajahnya berubah sendu, air mata mulai menggenang di pelupuk mata. Ia terduduk lemas tanpa bisa berkata apa-apa. Segera ia menyeka air matanya dan berusaha terlihat baik-baik saja. Ia tak mau Adrian tau kalau dia menangis karenanya. Setelah sekian detik Ayana berusaha mengembalikan keadaan normalnya.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?"
Ayana berusaha bersikap profesional dan menganggap ini adalah telepon dari pelanggannya.
"Maafin aku.."
Ucap Adrian dengan suara parau, ada hembusan nafas pasrah disana.
"Untuk apa?"
"Maaf untuk semuanya, aku tak ada pilihan lain selain pergi tanpa sebab. Aku tau aku salah, dan.."
"Cukup.. cukup Ad, aku lelah. Aku ingin istirahat. Assalamualaikum"
Ayana memutus sambungan telepon secara sepihak. Ia tak sanggup untuk mendengar alasan apapun lagi. Ia takut alasan yang dilontarkan Adrian membuatnya kalah. Kalah dan menampar atas asumsi diri sendiri. Akh, rasanya sakit sekali saat flashback pada tahun-tahun dimana ia masih sering bersama dari berbagai kegiatan. Mulai organisasi, Mengerjakan tugas, bahkan sering curhat tentang aktivitas masing-masing. Semua berjalan indah tanpa mereka tahu apakah persahabatannya bercampur rasa atau tidak.
Ayana tahu bergaul dengan laki-laki ada aturannya. Ibunya juga sering mewanti-wanti dirinya untuk selalu hati-hati dalam memilih teman. Adrian adalah pria dan teman yang baik. Ia apa adanya, dan selalu membuat hari-hari Ayana berwarna.
Adrian juga paham agama. Ia tak pernah menamakan hubungan yang mereka jalani lebih dari sebatas teman. Menganggap Ayana kekasih apalagi.
Ayana Beranjak dan mengistirahatkan tubuhnya di atas kasur. Ia menarik selimutnya sampai dada, merasakan kedinginan walau AC sudah dimatikan. Entah apa yang sedang terjadi. Ia berusaha memejamkan matanya tapi tak kunjung berhasil. Ponselnya sudah ia matikan sejak tadi. Apa yang bisa dilakukan di atas jam 10 begini?
Ya Tuhan.
Air mata itu kembali menetes, membuat dadanya sesak. Menangis dalam keheningan malam. Sepi tak ada orang. Tak mungkin ia membangunkan ibunya untuk sekadar menumpahkan tangis. Ia remas selimut itu kuat-kuat. Berharap apa yang ia rasakan dapat keluar begitu saja. Ia ingin hari ini segera berlalu.
Kenapa bisa sesakit ini?
Kenapa sesak sekali?
Oh..
-----------------
Muhehe Tulisan ini hanya fiksi belaka.
Salam dari Penulis Amatir yang berusaha mengisi waktu di rumah aja menjadi lebih berfaedah. (Menurut saya sih)
*Penulis bisa dihubungi di Instagramnya @zee.mumtaz
(red/segapmedia.online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.