Timbulnya Masalah-Masalah
Covid-19 ini merupakan keadaan
darurat bencana maka sebaiknya untuk menyelesaikan atau meminimalisir
risiko-reiiko dari bencana ini terlebih dahulu yang diatur dalam UU Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam memulihkan keadaan saat ini,
perlu usaha ekstra bahkan pengorbanan untuk menunda kegiatan-kegiatan besar
terlebih dahulu.
Ditambah Indonesia saat ini dihadapkan
dengan jurang resesi ekonomi yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan
PDB atau indeks ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2020 mengalama
kontraksi atau pertumbuhan negatif 3,49%. Dengan begitu Indonesia resmi
memasuki masa resesi ekonomi yang bisa mengakibatkan krisis ekonomi. Hal ini
berdampak pada kenaikan harga dan inflasi serta meningkatnya pengangguran
secara signifikan seperti yang disampaikan oleh ekonom senior Didik J Rachbini.
Bayang-bayang krisis ekonomi di
depan mata namun Pilkada 2020 terus berjalan yang menghabiskan anggaran yang
cukup besar. Di lain sisi Indonesia yang memiliki beban utang yang terus
meningkat dan terlampau banyak. Menurut Bank Indonesia pada akhir Mei 2020
mencatat Utang Luar Negeri Indonesia tembus sebesar 404.7 Miliar Dolar AS atau
sekitar Rp. 5.868.15 Triliun pada kurs Rp. 14.500. Dengan begitu alangkah
baiknya untuk menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan pandemi ini
kemudian ke permasalahan Pilkada.
Banyak negara yang tahun ini menunda
Pilkada karena Covid-19. Menurut laporan Institute for Democracy and Electoral
Assistance (IDEA) yang sejak tanggal 21 Februari sampai 20 September 2020
terdapat 71 negara dan teritorial yang memutuskan untuk penundaan pemilu
nasional serta daerah karena pandemi Covid-19. Namun ada 23 negara yang tetap
menggelar pemilu serta 48 negara lainnya menetapkan menunda. Hal ini melihat
angka Covid-19 terus menaik yang tercatat setidaknya sudah ada 31.783.676 orang
terinfeksi Covid-19 menurut data Worldometers.
Timbulnya Pelanggaran-Pelanggaran
Dalam keadaan seperti itu,
pemerintah Indonesia mempertegaskan untuk tetap melaksanakan Pilkada 2020
melihat dari negara-negara yang melakukan pemilu di tengah pandemi seperti
Korea Selatan dan Singapura. Disini menurut penulis terdapat kesalahan logika
berpikir atau analisis pemerintah yang memutuskan untuk melanjutkan Pilkada
2020 dari melihat negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Singapura.
Dikarenakan dua negara tersebut melanjutkan pemilu pada angkat indeks pandemi
Covid-19 sudah bisa tertangani atau kurvanya menunjukkan penurunan serta yang
terpenting adalah ketertiban masyarakat yang taat terhadap protokol kesehatan
untuk menghindari penularan Covid-19. Sedangkan jika dilihat di Indonesia yang
angka Covid-19 belum bisa tertangani dan semakin naik, serta melihat perilaku
masyarakatnya yang cenderung lengah bahkan mengabaikan pandemi ini dengan
melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Hal ini dibuktikan dengan sejumlah
daerah yang melakukan perkumpulan masal dalam rangka kampanye. Mulai dari membuat
konser besar-besaran sampai arak-arakan ataupun kegiatan yang menghiraukan
protokol kesehatan dengan temuan Bawaslu RI telah terjadi sebanyak 243
pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 saat pendaftaran bakal calon Pilkada
2020. Hal itu disebutkan oleh Fritz Edward Siregar sebagai Anggota Badan
Pengawasan Pemilu (Bawaslu) yang memantau hari pertama kampanye terdapat
delapan kegiatan selama kampanye Pilkada 2020 yang terindikasi melakukan
pelanggaran protokol kesehatan. Serta KPU menyebutkan banyak calon Kepala
Daerah yang positif Covid-19.
Menunggu Sikap Legawa
Dengan begitu Pangi Chaniago
sebagai Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting yang
memprediksi masyarakat di 270 daerah akan tidak menggunakan hak suaranya atau
golput karena kekhawatiran terpapar Covid-19 di tempat pemungutan suara. Sudah
selayaknya penundaan Pilkada 2020 dilakukan yang dalam hal ini menjadi otoritas
pemerintah pusat, DPR, dan KPU untuk melihat banyaknya risiko ketimbang manfaat
dari kontestasi Pilkada di tengah Pandemi Covid-19. Perlu dipertimbangkan
kembali permasalahan-permasalahan saat ini dan yang akan timbul setelah Pilkada
dilangsungkan. Salah satunya bom waktu melonjaknya kasus Covid-19 atau klaster
Pilkada serta permasalahan ekonomi, serta keamanan perlu diutamakan.
Pemerintah bisa segera mengambil
ruang atau celah yang ada dalam UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan
Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga
atas UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
yang memberi memberi ruang untuk penundaan Pilkada yang dilaksanakan pada tahun
berikutnya.dengan seiringnya Pandemi Covid-19 sudah mulai bisa terkendali
termasuk dengan ditemukannya vaksin.
Di sisi lain apabila Pilkada 2020
tidak terlaksanakan dapat memicu risiko-risiko atau pelanggaran konstitusional
atau penyelewengan kekuasaan, maka dari itu pemerintah perlu menyiapkan solusi
atau regulasi agar tidak terjadinya risiko, penyalahgunaan, atau pun
pelanggaran-pelanggaran.
Namun kebijakan Pilkada 2020 ini
ada ditangan Pemerintah, DPR, dan KPU yang apakah dengan munculnya berbagai
masalah akan membuatnya legawa untuk menunda Pilkada. Sehingga Pilkada dapat
diundur pada 2021 mendatang demi keamanan, kesehatan, ekonomi, dan dalam
menanggulangi masalah lainnya. Maka diperlukan rasa kemanusiaan dibandingkan
lainnya seperti yang disampaikan oleh Presiden RI ke-4, KH. Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur, “Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.”
Pemilu ini termasuk daripada ajang kontes politik walaupun terdapat dasar konstitusi yang mampu agar tetap terselenggara, namun kemanusiaan lah harus diutamakan. Seperti kata adagium latin, salus populi suprema lex esto yang artinya keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Oleh karena itu perlunya Pemerintah, DPR RI, dan KPU untuk mempertimbangkan sisi kemanusiaan terlebih dahulu dibanding politik yang bisa diselenggarakan setelah masalah kemanusiaan mampu teratasi yaitu permasalahan di masa pandemi Covid-19 ini.
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UII Yogyakarta
(red/segapmedia.online)
👍🏼
BalasHapusMantap pandangannya keren
BalasHapus