Pilkada di Rundung Masalah, Pemerintah Akankah Mengalah? - SEGAP Media .Online | Students Media for Indonesia

Breaking


Sabtu, 05 Desember 2020

Pilkada di Rundung Masalah, Pemerintah Akankah Mengalah?



Oleh: Seto Galih Pratomo*


Indonesia pada akhir tahun 2020 merupakan agenda perhelatan Pilkada atau pemilihan kepala daerah secara serentak. Pilkada 2020 ini akan berlangsung pada 270 daerah di Indonesia yaitu 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Perhelatan Pilkada 2020 semula pada 23 September 2020, namun disisi lain keadaan Indonesia yang sedang mengalami masa krisis akibat Pandemi Covid-19 membuat hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020 mendatang.

Sedangkan Indonesia masih berada dalam keadaan darurat bencana yang ditetapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang merujuk kepada Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Status Bencana Non-alam Covid-19.

Timbulnya Masalah-Masalah

Covid-19 ini merupakan keadaan darurat bencana maka sebaiknya untuk menyelesaikan atau meminimalisir risiko-reiiko dari bencana ini terlebih dahulu yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam memulihkan keadaan saat ini, perlu usaha ekstra bahkan pengorbanan untuk menunda kegiatan-kegiatan besar terlebih dahulu.


Ditambah Indonesia saat ini dihadapkan dengan jurang resesi ekonomi yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan PDB atau indeks ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2020 mengalama kontraksi atau pertumbuhan negatif 3,49%. Dengan begitu Indonesia resmi memasuki masa resesi ekonomi yang bisa mengakibatkan krisis ekonomi. Hal ini berdampak pada kenaikan harga dan inflasi serta meningkatnya pengangguran secara signifikan seperti yang disampaikan oleh ekonom senior Didik J Rachbini.


Bayang-bayang krisis ekonomi di depan mata namun Pilkada 2020 terus berjalan yang menghabiskan anggaran yang cukup besar. Di lain sisi Indonesia yang memiliki beban utang yang terus meningkat dan terlampau banyak. Menurut Bank Indonesia pada akhir Mei 2020 mencatat Utang Luar Negeri Indonesia tembus sebesar 404.7 Miliar Dolar AS atau sekitar Rp. 5.868.15 Triliun pada kurs Rp. 14.500. Dengan begitu alangkah baiknya untuk menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan pandemi ini kemudian ke permasalahan Pilkada.


Banyak negara yang tahun ini menunda Pilkada karena Covid-19. Menurut laporan Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) yang sejak tanggal 21 Februari sampai 20 September 2020 terdapat 71 negara dan teritorial yang memutuskan untuk penundaan pemilu nasional serta daerah karena pandemi Covid-19. Namun ada 23 negara yang tetap menggelar pemilu serta 48 negara lainnya menetapkan menunda. Hal ini melihat angka Covid-19 terus menaik yang tercatat setidaknya sudah ada 31.783.676 orang terinfeksi Covid-19 menurut data Worldometers.


Timbulnya Pelanggaran-Pelanggaran

Dalam keadaan seperti itu, pemerintah Indonesia mempertegaskan untuk tetap melaksanakan Pilkada 2020 melihat dari negara-negara yang melakukan pemilu di tengah pandemi seperti Korea Selatan dan Singapura. Disini menurut penulis terdapat kesalahan logika berpikir atau analisis pemerintah yang memutuskan untuk melanjutkan Pilkada 2020 dari melihat negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Singapura. Dikarenakan dua negara tersebut melanjutkan pemilu pada angkat indeks pandemi Covid-19 sudah bisa tertangani atau kurvanya menunjukkan penurunan serta yang terpenting adalah ketertiban masyarakat yang taat terhadap protokol kesehatan untuk menghindari penularan Covid-19. Sedangkan jika dilihat di Indonesia yang angka Covid-19 belum bisa tertangani dan semakin naik, serta melihat perilaku masyarakatnya yang cenderung lengah bahkan mengabaikan pandemi ini dengan melakukan pelanggaran protokol kesehatan.


Hal ini dibuktikan dengan sejumlah daerah yang melakukan perkumpulan masal dalam rangka kampanye. Mulai dari membuat konser besar-besaran sampai arak-arakan ataupun kegiatan yang menghiraukan protokol kesehatan dengan temuan Bawaslu RI telah terjadi sebanyak 243 pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 saat pendaftaran bakal calon Pilkada 2020. Hal itu disebutkan oleh Fritz Edward Siregar sebagai Anggota Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) yang memantau hari pertama kampanye terdapat delapan kegiatan selama kampanye Pilkada 2020 yang terindikasi melakukan pelanggaran protokol kesehatan. Serta KPU menyebutkan banyak calon Kepala Daerah yang positif Covid-19.


Menunggu Sikap Legawa

Dengan begitu Pangi Chaniago sebagai Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting yang memprediksi masyarakat di 270 daerah akan tidak menggunakan hak suaranya atau golput karena kekhawatiran terpapar Covid-19 di tempat pemungutan suara. Sudah selayaknya penundaan Pilkada 2020 dilakukan yang dalam hal ini menjadi otoritas pemerintah pusat, DPR, dan KPU untuk melihat banyaknya risiko ketimbang manfaat dari kontestasi Pilkada di tengah Pandemi Covid-19. Perlu dipertimbangkan kembali permasalahan-permasalahan saat ini dan yang akan timbul setelah Pilkada dilangsungkan. Salah satunya bom waktu melonjaknya kasus Covid-19 atau klaster Pilkada serta permasalahan ekonomi, serta keamanan perlu diutamakan.


Pemerintah bisa segera mengambil ruang atau celah yang ada dalam UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memberi memberi ruang untuk penundaan Pilkada yang dilaksanakan pada tahun berikutnya.dengan seiringnya Pandemi Covid-19 sudah mulai bisa terkendali termasuk dengan ditemukannya vaksin.


Di sisi lain apabila Pilkada 2020 tidak terlaksanakan dapat memicu risiko-risiko atau pelanggaran konstitusional atau penyelewengan kekuasaan, maka dari itu pemerintah perlu menyiapkan solusi atau regulasi agar tidak terjadinya risiko, penyalahgunaan, atau pun pelanggaran-pelanggaran.


Namun kebijakan Pilkada 2020 ini ada ditangan Pemerintah, DPR, dan KPU yang apakah dengan munculnya berbagai masalah akan membuatnya legawa untuk menunda Pilkada. Sehingga Pilkada dapat diundur pada 2021 mendatang demi keamanan, kesehatan, ekonomi, dan dalam menanggulangi masalah lainnya. Maka diperlukan rasa kemanusiaan dibandingkan lainnya seperti yang disampaikan oleh Presiden RI ke-4, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, “Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.”


Pemilu ini termasuk daripada ajang kontes politik walaupun terdapat dasar konstitusi yang mampu agar tetap terselenggara, namun kemanusiaan lah harus diutamakan. Seperti kata adagium latin, salus populi suprema lex esto yang artinya keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Oleh karena itu perlunya Pemerintah, DPR RI, dan KPU untuk mempertimbangkan sisi kemanusiaan terlebih dahulu dibanding politik yang bisa diselenggarakan setelah masalah kemanusiaan mampu teratasi yaitu permasalahan di masa pandemi Covid-19 ini.


*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UII Yogyakarta


(red/segapmedia.online)


2 komentar:

Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.