Ramadan dan Covid-19: Momen Memupuk Nasionalisme ala Rasulullah dan Sahabat - SEGAP Media .Online | Students Media for Indonesia

Breaking


Senin, 04 Mei 2020

Ramadan dan Covid-19: Momen Memupuk Nasionalisme ala Rasulullah dan Sahabat


Oleh: Seto Galih P


Nasionalisme adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan sebuah bangsa, atau juga dibahasakan dengan semangat kebangsaan (baca: KBBI).

Nasionalisme harus terpatri dalam sanubari setiap anak bangsa demi menjaga semangat mempertahankan, siap berkorban dan berjuang demi bangsa, sehingga tetap lestari dan kemajemukannya baik dibidang agama, suku, dan budaya dapat terpelihara menjadi kekuatan riil yang memperkokoh kedaulatannya. Dengan demikian menghargai, melindungi, dan mengasihi. Nasionalisme juga laksana ruh yang menghidupkan identitas dan jati diri bangsa dalam kiprahnya di pentas percaturan dunia.

Jiwa nasionalisme wajib ada dalam setiap diri anak bangsa. Karena naionalisme merupakan aset berharga bangsa. Tanpa nasionalisme negara akan runtuh. Karena negara berdiri diatas rakyatnya. Nasionalisme ini sudah dicontohkan oleh para pendahulu-pendahulu kita. Seperti para pahlawan dan ulama di zaman kemerdekaan. Rasulullah SAW pun memberikan contoh tentang nasionalisme yakni mencintai negaranya sendiri yang terdapat pada hadits yang yang berbunyi:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا ……. وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ
Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fath Al-Bari dan Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:

وَفِيه: دَلَالَة عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الوَطَنِ وَاْلحِنَّةِ إِلَيْهِ
Artinya; “Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135)

Sebegitu cintanya Rasulullah terhadap tanah kelahirannya Makkah dan tempat tinggalnya di Madinah. Selain itu para sahabat juga mengajarkan kepada kita untuk menanamkan jiwa nasionalisme dalam diri setiap anak bangsa. Salah satunya yakni Sayyidina Umar bin Khattab berkata dalam kitab Ruh Al-Bayan karangan Imam Haqqi bin Musthafa Al-Hanafi dalam salah satu atsar dari Umar bin Khattab dikatakan :


ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺣُﺐُّ ﺍﻟْﻮَﻃَﻦِ ﻟَﺨَﺮُﺏَ ﺑَﻠَﺪُ ﺍﻟﺴُّﻮْﺀ ﻓَﺒِﺤُﺐِّ ﺍﻟْﺎَﻭْﻃَﺎﻥِ ﻋُﻤِﺮَﺕِ ﺍْﻟﺒُﻠْﺪَﺍﻥُ

“Seandainya tidak ada cinta tanah air, niscaya akan semakin hancur sebuah negeri yang terpuruk. Maka dengan cinta tanah air, negeri-negeri termakmurkan.”

Rasululllah SAW dan para sahabat mencontohkan rasa dan sikapnya untuk mencintai bangsanya sendiri atau disebut sebagai nasionalisme. Pada bulan Ramadan inilah rasa cinta terhadap tanah air dikedepankan dengan membantu yang lainnya, terlebih di masa pandemik Covid-19. Dengan nasionalisme yang kuat, seseorang akan membantu dengan setulus hati dengan landasan cinta terhadap tanah airnya. Cinta akan melahirkan esensi sebuah tindakan yang tulus. Maka pada zaman memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari memberikan fatwa untuk mencintai tanah air "Hubbul wathan minnal iman" yang artinya cinta tanah air sebagian dari pada iman. 

Di sinilah pentingnya rasa cinta terlebih kepada tanah air yang melahirkan sikap rela berkorban dan mengabdi secara tulus kepada bangsa. Hal ini menimbulkan rasa empati terhadap yang lain atau dalam bahasa lain disebut Humanisme. Humanisme ini sudah dicontohkan oleh Presiden Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Beliau mengedepankan Humanisme atau rasa kemanusiaan dan disebut sebagai bapak pluralisme Indonesia.

Humanisme inilah yang diperlukan di tengah masa pandemik Covid-19. Saling menjaga satu sama lain dan berbagi kepada yang lain terutama yang membutuhkan. Bukan hanya saja pemerintah yang bertangggung jawab menyuplai kebutuhan bagi yang terdampak pandemik. Namun dibutuhkan uluran tangan para dermawan yang memiliki hati yang baik untuk membantu yang lain, terlebih di bulan Ramadan yang penuh berkah, dimana pahala akan dilipat gandakan sebanyak mungkin. 

Si kaya membantu yang membutuhkan dengan bahan pokok dan uang untuk memenuhi keluarga yang membutuhkan. Karena bagi keluarga yang tidak mampu, pilihannya ada dua, pertama mati karena terpapar Covid-19 dan mati karena krisis ekonomi --kelaparan dan stres.

Hal ini tidak bisa diatasi sendiri, namun butuh bantuan dan kerjasama berbagai pihak, pemerintah maupun warga. Termasuk keluhan para siswa-siswi ataupun santri yang ketika sudah dirumahkan, SPP atau iuran bulanan masih berlangsung, seakan-akan tidak melihat dampak ekonomi para keluarga yang mengalami krisis berat akibat Covid-19 termasuk yang di PHK atau buruh lepas harian yang kehilangan pekerjaan yang didata pemerintah mencapai angka 10 juta jiwa. Masa pandemik ini menurut peneliti dari pakar FKM-Universitas Indonesia sampai kepada bulan Desember. 

Maka pemerintah pusat sudah mempersiapan masa Covid-19 sampai Desember. Hal ini selaras juga dengan himbauan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk memperpanjang masa belajar di rumah sampai Desember. Juga untuk keluarga yang tidak mampu untuk saling menjaga agar memutus mata-rantai penyebaran Covid-19 dengan cara menimalisir untuk keluar jika tidak terlalu penting terutama di daerah yang sudah banyak terpapar. Hal-hal tersebut akan mudah dilakukan apabila berlandaskan kepada sikap cinta yang mengedepankan keikhlasan atau rela berkorban terhadap tanah air yang disebut nasionalisme.

(red/segapmedia.online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.