Keamanan Yang Tak Membuat Aman Melainkan Keresahan - SEGAP Media .Online | Students Media for Indonesia

Breaking


Jumat, 13 Desember 2019

Keamanan Yang Tak Membuat Aman Melainkan Keresahan


Keamanan merupakan suatu lembaga yang bertujuan mengayomi dan membuat daripada warganya merasa terjaga dan aman. Itulah hakikat daripada keamanan itu sendiri. Namun disisi lain, keamanan yang merupakan sebuah aparat justru membuat para warganya tidak merasa aman, justru timbul kegelisahan dan beban mental yang berat. Hal ini juga dirasakan oleh para Santri di lingkup Pondok Pesantren. Yang mana tugas utama sebuah badan keamanan juga disebut Majlis Amni adalah membuat santri merasa aman dan melindungi santri-santri dari bahaya dan ancaman luar. Dahulu dikisahkan Pondok Pesantren Tebuireng pada awal pendirian tahun 1899 Masehi memiliki ancaman yang begitu besar dari masyarakat sekitar, bahkan ketika Santri tidur disebuah “teratak” atau tempat tidur yang terbuat dari anyaman bambu itu diserang oleh para masyarakat yang menolak pendirian Pesatren itu. Sebab utama karena Pesantren tersebut didirikan diatas tanah bekas tempat maksiat. Dan masyarakat terganggu dengan pendirian Pesantren tersebut. Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari merupakan sang Kyai dan pendiri Pondok Pesantren Tebuireng yang gagah berani menghadapi masyarakat yang mengganggu-preman. Hal ini membuat beliau menurunkan santri nya untuk berjaga secara bergilir untuk menjaga keamanan santri-santri lainnya. Dan juga dipanggil lah jawara dari Buntet, Cirebon untuk membantu menangani preman-preman. Dan akhirnya dibentuklah sebuah badan untuk menjaga keamanan santri-santri yaitu Keamanan/Majlis Amni.

Itulah hakikat sebuah badan keamanan pondok pesantren yang sebenarnya. Namun kini berbalik, justru dengan kehadiran keamanan dibeberapa pondok pesantren yang membuat santri nya merasa “tidak aman” dan juga digelisahkan dengan hadirnya keamanan. Yang mana fungsi utama dari keamanan pondok kini sudah luntur. Menjadi tergantikan oleh para satpam yang setia menjaga pondok pesantren agar tetap aman dari serangan luar. Seperti sebuah riset dan penelitian seorang santri dikatakan bahwa keamanan hanya menjadi kedok untuk mencari sesuap nasi agar bisa bertahan hidup. Tidak menjalankan tugas dengan baik, malah hanya bergaya seperti penguasa daerah, dan bisa dibilang “preman pondok”. Mencari kesalahan-kesalahan dari santri yang membuat santri terganggu belajarnya dan merasa gelisah. Dengan dalih yang berkiblat ke aturan-aturan yang tidak membuat santri merasa aman dan nyaman untuk belajar dipondok. Padahal jika ditelisik lebih lanjut dalam sebuah pengamatan, anggota keamanan itu sendiri juga melakukan pelanggaran yang dimenjadi kiblatnya. Bukankah seorang keamanan harus memberi contoh kepada santrinya dan menjadi Uswatun Hasanah.

Contoh kecilnya adalah merokok dan membawa hp. Tulisan yang menjadi kiblat para keamanan tertulis disana, namun dia juga melanggarnya. Dengan dalih peraturan tersebut dibuat oleh kesepakatan Kyai dan untuk dipatuhi santri-santrinya. Dan yang menjadi permasalahan yaitu seorang pengurus pondok atau keamanan dia juga termasuk santri daripada kyai nya toh.  Merokok sesuatu yang dilarang oleh pondok pesantren bahkan kyainya pun melarang keras untuk santri-santrinya merokok, namun keamanan melakukannya walaupun diam-diam dan diluar pondok. Dan membawa hp, juga tertulis di peraturan dilarang, namun keamanan juga melanggarnya dengan dalih bukan yang dituju diperaturan tersebut. Namun disadari atau tidak, keamanan tersebut juga santri daripada kyai yang menyepakati aturan  untuk ditaati oleh santri-santrinya. Sama saja seorang keamanan melanggar sendiri apa yang telah menjadi kebijakannya. Dan ketika ada santri yang melanggar akan dikenakan sanksi dan dihukum dan tidak sedikit yang di persekusi oleh keamanannya sendiri dan seorang yang mempersekusi orang lainpun termasuk tindak kriminal dinegara ini. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persekusi merupakan pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Menteri Dalam Negeri, Jenderal Tito Karnavian mengatakan persekusi menjadi atensi kepolisian. Tito juga telah memerintahkan jajarannya tidak gentar mengusut setiap kasus persekusi. Pasal 368 KUHP mengatur tentang pemerasan dan pengancaman. Pasal 368 KUHP Ayat 1 berbunyi 'Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan'.

Pasal 369 KUHP ayat 1 tentang pengancaman yaitu 'Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seseorang supaya memberikan sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain. atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun'.

Sedangkan Pasal 351 KUHP Ayat 1 berbunyi 'Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah'.

Sementara itu, dalam Pasal 170 Ayat 1 disebutkan 'Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan'.

Persekusi yang dilakukan keamanan pondok terhadap santrinya dengan dalih melanggar peraturan, tapi tidak disadari, ia pun melanggar peraturan yang telah digariskan. Keamanan juga seorang santri dari kyainya yang menyepakati peraturan tersebut untuk para santri-santrinya. Hal ini terkesan seorang keamanan menjadi kebal hukum dan seorang preman pondok yang tugas utamanya telah peralih ke satpam untuk menjaga stabilitas dan keamanan pondok. Dikutip dari sindonews.com, Seorang santri pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Mojokerto, Jatim meregang nyawa akibat mengalami pendarahan di bagian kepala. Korban diduga dianaya pengurus keamanan ponpes. Dalam hal ini para keamanan tersebut dijerat oleh pasal berlapis yang juga dengan pasal Perlindungan Anak. Yang mana pada oktober 2019 di sebuah pesantren di Jombang, tepatnya di Desa Paculgowang terdapat persekusi keamanan pondok terhadap santrinya yang telah ditangani oleh pihan berwajib dan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) pada Satreskrim Polres Jombang, Jawa Timur.

Sama halnya dengan para keamanan  di negeri ini yang tidak membuat rasa aman para warganya. Pada Kamis (13/12/19) dilakukan pergusuran oleh keamanan negara, para aparat yang merengut tempat tinggal para warga dengan paksa di Taman Sari, Bandung. Hal ini menyebabkan puluhan keluarga harus tinggal diatap tenda karena tidak mempunyai tempat tinggal lagi. Padahal tanah tersebut berstatus quo dan para warga memiliki sertifikat atas bangunan tersebut. Namun dengan dalih tertentu para aparat mempersekusi warganya dengan kekerasan sampai menimbulkan korban jiwa karena kebrutalan aparat keamanan negara yang seharusnya menjadikan warganya aman, malah sebaliknya yang dirasakan oleh warga. Hal ini jika diteliti lagi maka, sebuah badah keamanan tidak membuat aman malah menjadikan warganya gelisah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.