Destinasi Jatuh Hati - SEGAP Media .Online | Students Media for Indonesia

Breaking


Minggu, 16 Juni 2019

Destinasi Jatuh Hati



Oleh: Sabrina Ashari Putri Intiasadi
Siswi SMAN 7 Kota Kediri, Jawa Timur

Kalau kata semesta, manusia itu makhluk yang sering sekali menangis. Bahkan pada waktu dan tempat yang kurang tepat. Pada masa yang sependapat, air mata pada kedua Netra bisa saja luruh tanpa diduga.

Seperti bumantara yang mengeluarkan air mata setelah musim kemarau yang panjang, manusia pun sesekali meluapkan segala lara lewat rinai air mata yang membasahi muka.

Sore itu, bersamaan dengan alunan melodi bahagia serta nada rintik air mata sang bumantara, kedua tungkai milik Damara Senja Nachandra menaiki anak tangga yang tak terhitung jumlahnya.

Gadis dengan gaun aprikot selutut tersebut melepaskan sepatu sneakers putih yang ia kenakan. Tubuhnya bersandar pada tembok pembatas, menumpahkan semua air mata yang tersisa.

Entah bagaimana bisa, namun sang semesta sedang bercanda dan tidak memiliki guna yang hanya akan melukis kenangan bersama dengan luka lama.

"Damara, kamu kenapa? Are u okay?" tiba-tiba ada suara di depan pintu penghubung antara atap dan tangga. Kosakata dengan 6 kata itu membuat Damara berhenti meneteskan air mata. Tangannya ia gunakan untuk menyeka air mata yang masih tersisa di sudut mata.  Lalu atensi nya beralih ke lelaki jangkung yang berada di belakang.

"Oh, Biru.. Saya gapapa kok, " jawabnya sambil tersenyum menampakkan kurva tanpa makna di bibirnya.

Si pemuda Airnakhla itu menggeleng. Kedua tungkainya mengayun perlahan kearah Damara. Suaranya terdengar lembut menyapa gendang telinga. Tangannya terulur untuk mendekap gadis itu. Berniat untuk memberikan kenyamanan pada gadis bermarga Nachandra itu.

"Apa ini karena si 'dia ' ?" tanya Xabiru. Pertanyaan Airnakhla Xabiru Alugraha itu membuat dahi seorang Damara Senja Nachandra itu mengernyit.

"Dia? "

"Iya, laki-laki yang ketemu kamu.. Tadi itu Gafra kan? Antares Gafra Langit Maheswara. Siswa tingkat akhir yang ikut OSN mipa tahun kemarin... " Jelas Xabiru.


Iya Gafra. Seorang lelaki yang sempat mengisi hati seorang Damara. Namun, hanya sesaat. Seperti pelangi yang singgah di langit bumantara.

Isakan pilu terus menggema, memenuhi udara dengan kelabu yang mengundang sendu. Xabiru menenangkan Damara yang berada di dekapannya. Tangannya dengan lembut mengusap surai gadisnya tulus.

Eh, gadisnya? Bahkan, Damara tidak peka terhadap perasaan yang telah Xabiru pendam selama ini. Bagaimana bisa Xabiru memberikan statement bahwa Damara adalah gadisnya. Haha ini terdengar konyol.


"Udah, jangan nangis lagi... Nanti cantiknya hilang... " ucap Xabiru. Membuat Damara mendongak menatap kenari coklat milik lelaki itu.


"Xabiru, Kamu... "


"Saya baik-baik saja Senja.. Tugas saya cuma menjaga kamu, dan bikin kamu bahagia. Gak lebih... Jadi, jangan khawatir Damara Senja Nachandra.. "Potong Biru sambil mencubit pelan pipi Damara. Oh tak lupa dengan ukiran senyuman tipis di bibir lelaki itu.



Ribuan jarum terasa menusuk sekeping hati milik Damara. Bersama dengan jatuhnya air mata sang bumantara lewat perantara langit yang kelabu. Tangis di hatinya pun mulai mengeluh dan tersiksa. Sebegitu rumitnya ketika manusia berurusan dengan 'jatuh cinta'. Dua kata yang menggoreskan luka hingga sulit untuk melupakannya.


Dengan kedua lengannya yang masih merengkuh tubuh mungil Damara, kedua kenari milik Airnakhla Xabiru Alugraha itu kembali berdestinasi pada wajah yang basah karena air mata di depannya. Diusapnya air mata itu lalu bibirnya kembali bersuara.


"Yaudah, pulang sama saya yuk? "


.     .       ✹ .
✧   ˚     . ✷   ✵ 
*   ˚   
      ·     . *       
          ✦   .       ✺
*      . ·    ✷   ✫



Kali ini, dengan hembusan nafas panjang, Awan Abraham Ariloka memanggil nama Airnakhla Xabiru Alugraha untuk kelima kalinya.

Namun, hasilnya nihil. Xabiru tetap terfokus pada buku bersampul Jingga dengan tulisan puisi rintik sendu yang terpampang jelas disana. Memang, Xabiru dan Damara Senja terkenal akan kesastraannya dalam berpuisi.

"Tuan Airnakhla Xabiru Alugraha yang terhormat, gak ke kantin? "Tanya Awan kepada Xabiru seraya melukiskan senyum yang terlihat memaksakan.

Pemuda yang ditanya pun mendongak, kemudian kepalanya menggeleng. Atensi nya kembali berdestinasi pada jutaan kosakata pada buku bersampul jingga itu. "Engga, kamu aja... "


Pemuda ariloka itu menghembuskan nafas nya berat mendengar jawaban sahabatnya itu. Senyum paksanya terukir kembali. "Untung saya sudah sabar... Jadi kamu masih selamat Xabiru...."jawab Awan sambil menepuk pelan badan Sahabatnya.

Lelaki bermarga Alugraha itu terkekeh. Lalu menaruh kembali buku yang mengusik atensinya sedari tadi.

"Maaf saya tadi nggak denger.. "


Awan Abraham Ariloka pun lantas mengangguk.

"Oke karena saya udah lapar, saya gak peduli lagi kalau denger atau ngga, intinya saya mau ke kantin.. "Ucap Awan, tubuhnya berbalik dan tungkainya mengarah ke arah pintu kelas dan pergi dari sana. Xabiru yang melihat hal itu lantas menggeleng dan terkekeh pelan.


.     .       ✹ .
✧   ˚     . ✷   ✵ 
*   ˚   
      ·     . *       
          ✦   .       ✺
*      . ·    ✷   ✫


Sementara itu, si gadis Senja yaitu Damara Senja Nachandra tengah asyik pada dunia fiksi di lembaran yang ada di depannya.

Tiba-tiba saja ia teringat akan payung berwarna biru yang diberikan oleh Xabiru kemarin. Ah, ia lupa untuk mengembalikannya. Entah memang tidak ingat, atau pura-pura tidak ingat pada sebuah jumpa kemarin sore dibawah rinai air mata sang bumantara.

Ia lalu mengirimkan sebuah pesan kepada lelaki bermarga Alugraha itu. Lalu, 5 menit kemudian, Xabiru menjawab pesan yang dikirimkan oleh Damara.

Selepas membaca pesan Xabiru, ia lalu memasukkan kembali ponselnya ke saku almamater yang membalut seragam di tubuhnya.

Kepalanya kini menoleh ke arah samping, dimana sebuah kertas terpampang di mading sekolah yang menarik sepasang netranya.

"Puisi untuk........ Debu dari sang Angin? Ah ada-ada saja... "Ucap Damara sambil melangkahkan kakinya untuk melihat lebih jelas rangkaian kata yang tertulis di kertas tersebut.


[Italic]
Untuk warna, bahagianya semesta..
Dari angin yang berhembus, bukan apa-apa...


Sementara diciptakan bukan untuk luka..
Bukan juga untuk menghancurkan apa yang ada di sekitarnya..
Bukan juga kata Indah yang selamanya bisa menyapa..

Seperti aku yang terlanjur jatuh pada kata cinta karena menatap kamu terlalu lama.

Dari Angin untuk Debu.
Jakarta, 15 Januari 2019 .


Hanya karena membaca barisan aksara di kertas putih itu, sebuah kurva tak sempurna sukses terbentuk di bibir mungil milik Damara Senja Nachandra. Kedua Netra nya masih terfokus pada tulisan itu sambil tersenyum karena bahagia yang bergejolak di hatinya.


"Dari angin? "Gumamnya. "Tapi dari siapa ya, kok bisa pas sama pertanyaan saya buat sang semesta? " kepala nya menggeleng.

"Mungkin saja hanya kebetulan kan.. "


"Engga kok.. "


Tiba-tiba saja ada suara yang menginterupsi Damara untuk berbalik. Disana terdapat pemuda jangkung, berkulit putih dan senyuman lebar terukir di bibirnya.


"Hah? "

Damara masih belum paham akan situasi yang terjadi saat ini. Hingga lelaki bermarga Alugraha itu mengacak pelan rambut Damara.

"Saya yang nulis itu.. Kenapa? "Ujarnya santai.


Damara terkejut. Bahkan pertanyaannya yang terlontar itu tertulis dengan apik dibuku bersampul jingga yang hilang seminggu yang lalu.


"Kamu, ngambil buku saya ya? "Pertanyaan Damara dibalas anggukan oleh sang Alugraha.


"Serius? "Tanyanya lagi.


"Iya, dua rius malah.. "Jawab Xabiru sambil terkekeh pelan.

"Nih... "Ucap Xabiru sambil memberikan buku bersampul jingga milik Damara.


Damara lantas mengambil bukunya itu. Tetapi, tangan kekar milik Xabiru menahan buku tersebut.

Hingga Xabiru mengernyit.

"Ada syarat nya buat ngambil buku ini dari saya... "Ucap Xabiru.

Damara menghela nafasnya. Tangannya pun ia turunkan lalu menatap lekat mata Xabiru.


"Apa? "


Xabiru tersenyum. Ia lalu mengambil napas panjang dan mengeluarkan suara yang sangat keras.


"TEMAN TEMAN SEMUANYA, SAYA AIRNAKHLA XABIRU ALUGRAHA. SAYA AKAN MENGATAKAN SESUATU DIHADAPAN KALIAN. SAYA MOHON AGAR SEMUA MAU MENJADI SAKSI MATA ATAS KEJADIAN INI.. "ucapnya yang sangat keras dan terdengar hingga ujung koridor.

Membuat Damara membelalakkan matanya terkejut.

"HAI DAMARA SENJA NACHANDRA. KAMU ITU CANTIK. KAMU ITU BAIK. KAMU ITU PENYAYANG, DAN KAMU ITU CERDAS. TAPI, KENAPA SIH KAMU SELALU BODOH DALAM HAL CINTA DAN KASIH SAYANG? "


Damara melebarkan matanya. Maksud lelaki ini apa sih, hingga membuat gadis ini penasaran.


"DAMARA SENJA, JANGAN HANYA MENJADI SENJA YANG DATANG DI PENGHUJUNG HARI. JANGAN HANYA MENJADI SENJA SESAAT YANG SINGGAH DI LANGIT BUMANTARA MENJELANG MALAM. DAN KETIKA REMBULAN MEMBUTUHKAN BINTANG SEBAGAI TEMAN DIMALAM HARI YANG SUNYI, APAKAH REMBULAN ITU AKAN MARAH KEPADA SEMESTA? TIDAK KAN? MAKA DARI ITU, DAMARA SENJA NACHANDRA, KAMU MAU NGGA JADI BINTANG YANG MENGHIASI MALAM YANG SUNYI DAN MENEMANI SAYA SEBAGAI REMBULAN YANG KESEPIAN? "Ucapan Airnakhla Xabiru Alugraha membuat Damara mengeluarkan air mata terharu.

Gadis itu lantas mengangguk dan merentangkan kedua tangannya untuk memeluk lelaki itu.

Entahlah, perasaan ini muncul seketika setelah ia bertemu Xabiru dengan airmata yang menggenang di pipinya saat itu.


Xabiru, orang yang telah mengambil hatinya kembali setelah Gafra menyakitinya bulan lalu. Orang yang menyembuhkan luka perih di hatinya. Orang yang selalu ada di sampingnya ketika ia sedang sedih ataupun gundah.


Xabiru, orang yang membuat Senja terjatuh pada destinasi cinta yang baru.

(red/segapmedia.online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.