Oleh: Mohammad Jamaludin Al Afghoni
*Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pemimpin merupakan seseorang yang yang memiliki
kecakapan dan kelebihan di suatu bidang sehingga, dia dapat memengaruhi orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai
suatu tujuan.
Selain pemimpin, ada juga kepemimpinan. Dua hal ini
mempunyai perbedaan makna. Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan
memimpin, kepemimpinan adalah gaya dan karakter seorang pemimpin. Secara garis
besar, peran seorang pemimpin adalah bertanggung jawab penuh dalam menggerakkan
dan memotivasi anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu
pemimpin juga berperan sebagai pencetus ide, penyemangat kelompok, pengarah
anggota, mengaktifkan anggota, mengawasi kegiatan, dan mengayomi anggotanya.
Di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) seorang
pemimpin dipilih oleh rakyat atau masyarakat, baik itu pemimpin negara atau
bisa disebut Presiden, pemimpin provinsi atau bisa disebut Gubernur, pemimpin
kota/kabupaten atau bisa disebut Bupati/Walikota. Biasanya, seringkali kita
lihat sebelum dilaksanakannya pemilihan seorang pemimpin baik itu Presiden,
Gubernur, bahkan Bupati/Walikota pasti melakukan blusukan bahkan kampanye
diberbagai wilayah. Hal ini ini biasanya dilakukan untuk mengambil hati
masyarakat sekitar dengan tujuan agar di waktu pemilihan pimpinan ia dipilih
sebagai seorang pemimpin.
Menurut saya, pada saat seorang calon pemimpin
berkampanye seringkali calon tersebut memberikan janji-janji kepada masyarakat.
Namun, ketika seorang calon pemimpin tersebut terpilih dan resmi menjadi
seorang pemimpin, janji-janji yang dulu ia berikan kepada masyarakat tidak
semuanya terealisasikan. Sehingga menurut saya, pemimpin-pemimpin ini tidak
amanah dalam menjalankan sebuah tanggung jawab sebagai seorang pemimpin.
Terlebih dalam perspektif saya banyaknya pemimpin yang
tidak amanah, tidak bijaksana, bahkan melakukan tindak pidana korupsi
dikarenakan kurangnya pendidikan akhlak dan moral. Banyaknya aksi demonstrasi
yang dilakukan dari berbagai mobilitas biasanya dipicu akibat pemimpin yang
tidak amanah dan bijaksana.
Selain itu juga, riset menunjukkan bahwa pemimpin di
Indonesia rata rata menginginkan harta kekayaan. Bukan memang niat tulus untuk
memajukan negeri. Karena masih banyaknya money politik meskipun dalam tingkatan
kades. Oleh karena itu pemimpin yang di pilih melalui jalan mufakat dan politik
menyebabkan prespektif kotor di kalangan masyarakat.
Contoh kasus pencakupan tanah yang akan digunakan
sebagai penambangan batu andesit sekaligus pembuatan bendungan bener di Desa
Wadas daerah Purworejo, Jawa tengah. Sempat terjadi pergesekan antara aparat
dengan warga Wadas, menurut saya, Bupati/Walikota sebagai pemimpin kabupaten
Purworejo seharusnya mampu mengatasi problematika di desa tersebut. Karna pada
dasarnya kenyamanan rakyat adalah prioritas seorang pemimpin.
Tidak hanya itu, baru-baru ini muncul sebuah isu dari
mentri ketenagakerjaan bahwasannya BPJS bisa dicairkan ketika sudah mencapai
usia 57 tahu, keputusan yang awalnya dibuat oleh mentri ketenagakerjaan ini
mendapatkan banyak protes dari berbagai kalangan. Hal ini membuat para buruh
membuat aksi penolakan tentang kebijakan tersebut karna dinilai sangat
merugikan rakyat khususnya bagi para buruh. Namun tidak berselang lama keputusan
ini akhirnya di tarik, salah satu alasan ditariknya kebijakan ini ialah
banyaknya elemen masyarakat bahkan politikus tidak sependapat atau bisa
dikatakan kontra dengan kebijakan ini. Sudah seharusnya bagi kita sebagai
seorang pemimpin atau seseorang yang paling ahli di bidang tertentu, di ranah
hukum misalnya, harus menjunjung tinggi asas keadilan, mengingat idiologi
bangsa kita ialah Pancasila, yang didalamnya terdapat poin, “keadilan sosisal bagi seluruh rakyat
Indonesia”
Pemimpin harusnya memiliki karakter sifat nabi seperti
jujur, amanah, menyampaikan, dan cerdas. Hal itu yang harusnya di jadikan
pedoman sebelum menjadi pemimpin. Karena semua juga akan di
pertanggungjawabkan. Selain itu intregritas dan kredibilitas harus di tanamkan
di jiwa ji pemimpin. Agar setiap keputusan yang di ambil pro kepada rakyat
kecil.
Dalam konsep Ki Hajar Dewantara, pemimpin itu di
konsepkan. Ing Madyo Mangun Karso Ing Ngarso Sung Tulodo Tut wuri Handayani
yaitu maksudnya adalah sebagai pemimpin kita harus bisa menjadi pemimpin di
depan di tengah dan dibelakang di depan adalah untuk menjadi contoh yang baik
di tengah supaya bisa merakyat dan di belakang supaya bisa memotivasi.
Dalam hal ini, saya mempunyai pandangan bahwasanya
akhlak dan moral sangatlah penting bahkan perlu ditekan dalam proses pendidikan
di Indonesia. Tujuanya ialah agar setiap orang mempunyai kepribadian yang lebih
berakhlak dan bermoral. Namun, yang terjadi pada saat ini, bamyak orang yang
pandai dan pintar seringkali diutamakan atau dibanggakan dalam sebuah
pendidikan, dan mengabaikan akhlak dan moralnya.
Oleh karena itu, banyak sekali pribadi-pribadi yang
pandai dan pintar namun tidak mempunyai akhlak dan moral yang baik. Dari uraian
di atas bisa kita simpulkan bahwasanya penekanan pendidikan akhlak dan moral
merupakan langkah awal yang harus diajarkan kepada masing-masing personal
seseorang, hal ini ini diharapkan agar terciptanya kehidupan yang baik adil, dan
tentram.
(red/segapmedia.online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.