Oleh: Kemal Al Kautsar Mabruri
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII)
Perusahaan Multinasional (PMN) atau yang dalam Bahasa Inggris sering disebut dengan Multinational Corporation (MNC) merupakan sebuah perusahaan yang mengendalikan dan mengelola perusahaan (Produksi maupun pabrik) setidaknya dua negara. (Caves, 1996). Dalam dunia akademisi, istilah PMN memiliki banyak sebutan lain seperti Multinational Entreprises (MNE), Stateless Corporations (STC), dan masih banyak lagi. Namun, jika kita ambil benang merahnya dari banyaknya istilah atau sebutan yang beredar semuanya merujuk pada arti atau pengertian yang sama, yakni perusahaan yang berdiri tanpa mengenal batas negara.
Dewasa ini, PMN merupakan sebuah istilah yang pastinya tidak asing lagi didengar ditelinga. Bukan tanpa alasan, karena pada praktik di lapangan, sudah banyak beredar PMN dimana-mana. Tidak hanya di negara maju saja, melainkan sudah merambah sampai ke negara dunia ketiga alias berkembang. Di Indonesia saja jumlah PMN terbilang banyak, ada yang bergerak dalam sektor jasa hingga industri konsumen. Salah satu yang dapat kita sebut disini adalah seperti Coca-cola, Nestle, Firestone, dan Philip.
Perusahaan multinasional yang sangat besar seperti yang sudah disebutkan sebelumnya memiliki pendanaan yang besar, bahkan seringkali melewati dana yang dimiliki negara yang dituju (Host country). Mereka dapat memiliki pengaruh yang kuat dalam politik global, kekuatan ekonomi yang mereka miliki seringkali menjadikan mereka sejajar bahkan melebihi posisi para politisi. (Melia, I., Handini, A., dan Al Katra, A.Y., 2013).
Perlu kita ketahui bersama juga bahwa eksistensi PMN dalam ekonomi internasional telah ada sebelum globalisasi meluas seperti saat ini. Apabila globalisasi dianggap muncul ketika terjadi revolusi informasi tahun 1980 an, maka PMN telah ada jauh sebelum peristiwa tersebut terjadi. (Melia, I., Handini, A., dan Al Katra, A.Y., 2013). The Dutch East India Company merupakan salah satu contoh PMN yang eksis pada masa kolonial dan berdiri sejak abad ke-17 (Britannica).
Ciri-Ciri Perusahaan Multinasional
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam laporan 1973 mendefinisikan perusahaan multinasional (PMN) sebagai suatu perusahaan yang kegiatan pokoknya meliputi usaha-usaha pengolahan atau manufaktur atau pemberian jasa dalam sedikitnya dua negara. Perusahaan multinasional merupakan salah satu sumber dari penanaman modal asing langsung dan jumlahnya merupakan sesuai ukuran kegiatan perusahaan tersebut. Sebagian besar dari penanaman modal asing di negara-negara sedang berkembang diusahakan di bidang sumber daya alam, sisanya bidang pengelolaan, perdagangan, prasarana, transportasi, perbankan, turismen, dan jasa-jasa lainnya. (Melia, I., Handini, A., dan Al Katra, A.Y., 2013).
Secara moral PMN memiliki keuntungan yang besar terhadap host country, namun dibalik semerbak harum yang dijanjikan tak sedikit juga meninggalkan luka dan bekas alias kerugian yang mendalam. Beberapa keuntungan yang dapat dapat disebutkan saat ini adalah bertambahnya devisa negara melalui penanaman modal, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa PMN merupakan salah satu sumber dari penanaman modal asing langsung, hal tersebutlah yang kemudian memberikan stimulus dan pancingan terhadap ekonomi host country.
Dengan datangnya penanaman modal asing tersebut secara tidak langsung memberikan sumbangsih terhadap pembangunan dan kemajuan nasional suatu negara. Hal tersebut direalisasikan dengan dibangunnya perusahaan atau pabrik-pabrik yang kemudian membuka banyak kesempatan kerja bagi penduduk setempat (Host country). Tak hanya itu, dari dibukanya sebuah perusahaan PMN di host country juga diklaim dapat melahirkan atau menularkan kemampuan dan pengetahuan kerja kepada pekerja lokal.
Namun, seperti yang sudah ditegaskan sebelumnya bahwa istilah manis di atas tak selamanya dapat dirasakan alias hanya sementara saja. Jika sebuah negara tidak cakap dalam mengatur regulasi terhadap keberadaan PMN disuatu negara, maka akan dengan mudah PMN menyaingi negara serta melangkahi negara. Acapkali negara terlena dengan keunggulan yang ditawarkan namun lupa dengan akibat yang akan ditanggung dikemudian hari. Kita tak perlu menutup mata untuk pura-pura tidak tahu akan hal ini, karena pada nyatanya hal tersebut sering terjadi.
PMN Sebagai Sistem Imperialisme Gaya Baru
Kata imperialisme secara bahasa berasal dari kata “Imperare” yang kemudian dapat kita pahami sebagai upaya atau usaha suatu negara untuk menguasai negara lain demi kepentingan ekonomi, politik, serta budaya guna mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi negaranya. (Melia, I., Handini, A., dan Al Katra, A.Y., 2013). Istilah imperare kemudian berkembang menjadi sebutan untuk seseorang yang berkuasa atas suatu wilayah. Sedangkan wilayah yang dikuasai oleh imperare lebih dikenal dengan imperium.
Bentuk imperialisme gaya baru saat ini telah dibungkus menggunakan istilah perusahaan multinasional (PMN). PMN yang saat ini banyak menjamur di negara berkembang tidak lain merupakan sebuah imperialisme baru yang saat ini dimaksud.
Pengkategorian ini tidak terlepas dari usaha PMN yang telah melakukan penaklukan terang-terangan sebelum Perang Dunia II oleh kekuatan-kekuatan tidak langsung. Penjelasan di atas kemudian menjadi sangat relevan dengan teori yang dikembangkan Wallerstein berdasarkan asumsi teoritis Marxis yang disebut sebagai “World System Theory”. (Maulana, Zain, 2010) Teori tersebut merupakan perspektif makro-sosiologis yang berusaha menjelaskan dinamika ekonomi dunia kapitalis sebagai “Total Social System”.
Dalam world system theory disebutkan bahwa sistem dunia saat ini terbagi ke dalam negara inti (Core) sebagai representatif negara maju dan negara pinggiran (Periphery) sebagai sebutan bagi negara lemah dan miskin. “Masyarakat atau negara core mengeksploitasi negara periphery”. Dalam teori ini digambarkan bahwa negara yang berstatus periphery terkekang dan kesulitan berada di dalam zona tersebut.
Sebagai contoh, negara core membangun PMN di negara periphery dengan harapan dapat memajukan dan membantu perekonomian negara periphery. Namun, ketika negara periphery berusaha membuat perusahaan yang menyaingi PMN itu sendiri mereka dari negara core akan berusaha untuk menjegal, mengganjal, dan mencari pembenaran dengan peraturan yang ada. Hal tersebut dilakukan agar negara periphery tidak dapat mengembangkan apa yang ia bangun dan agar tetap ketergantungan terhadap keberadaan PMN yang didirikan oleh negara core. Hal ini tentu saja tidak bisa dikatakan adil, karena didalamnya terdapat sebuah kompetisi yang tidak sehat.
PMN yang biasanya dimiliki oleh negara core biasanya mengekspansi perusahaan kepada negara periphery untuk memasarkan hasil produksinya, mendapatkan bahan mentah, serta menanamkan modalnya. Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa negara periphery atau dalam istilah PMN lebih dikenal dengan host country seakan dijajah dengan bentuk imperialisme baru yang secara terang melakukan eksploitasi dalam hal sumber daya alam dan manusia berupa ketergantungan ekonomi, jam kerja yang menyiksa, gaji yang murah kepada buruh serta eksploitasi buruh secara besar-besaran. (Sukirno, Sadono, 1994)
Keadaan ini terjadi tidak terlepas dengan pola PMN sebagai aktor ekonomi yang hanya memikirkan keuntungan saja. PMN menanamkan modal asing kepada negara periphery karena upah buruh yang murah. Hal tersebut menjadi angin dingin bagi datangnya investasi. Asumsi dasar terkait modal asing masuk ke dalam roda ekonomi yang kemudian berjalan beriringan merupakan salah satu argumen yang dapat dikatakan prematur. Posisi buruh tak lebih berharga dari alat produksi seperti halnya mesin, lokasi dan modal, tentu saja hal ini sangat disayangkan.
Dari penjelasan di atas maka tidak terlalu berlebihan rasanya jika PMN dapat dikatekogorikan sebagai upaya imperialisme gaya baru. Negara asal pemilik PMN bertindak sebagai imperare dan host country atau yang menjadi target dari PMN itu sendiri adalah imperiumnya. Disadari atau tidak, hal ini telah terjadi dan sedang berlangsung hingga saat ini.
(red/segapmedia.online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.