Oleh: Amirudin SA Ahmad*
Tuhan, Demokrasi Mengajarkan kami,
Menjadi insan yang tidak lagi bermartabat
Persaudaraan kami roboh
Jalan hidup kami hancur lebur
Rumah tangga kami porak poranda
Tak ada lagi Tuhan
Syukur yang tertinggal hanyalah iman...
Tuhan, banyak kami berucap
Adakah kami salah adat dan sikap kami dalam ucap?
Dikanan kiri kami Malaikat mungkar-Mu berkelebat
pagi petang, sore dan malam,
Direruntuhan banyak yang nyawa meregang
seperti permainan?
Jika kering air mata saudara,
Kemana kami membelinya,
Di ombakkah yang murka,
Atau angin dahsyat yang menyayat?
Tuhan, di ladang kuasa,
Kami tak lebih dari sebiji zahra,
Tapi rindu kami pada ridho-Mu,
Gunung Uhud bukanlah tara
Gempa gelombang air lumpur batu dan tanah
mandikan kami bencana
Kami lelah memikirkannya,
Adakah asa yang membahana
Sebagai wujud damai segala hamba?
Tuhan, air mata kami mengalir tak henti,
Jerit derita tiada tara
Perih pedih hancurkan raga,
Hidup kami terkubur nestapa, asa, asa..
Masih ada
Tuhan, mata sayu di himpitan reruntuhan itu
Dalam nafas satu satu
Berkata sendu
Bolehkah kita damai, Tuhanku?
Tangisan Hati ini hanya bisa terucap sahdu
Tuhan berikanlah kami kedamaian dalam demokrasi
Karya Pagi Yang Sahdu
*Anggota Gerakan Nulis Yuk dari Kepulauan Sula Maluku Utara
(red/segapmedia.online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk tulis kesanmu setelah membaca tulisan di atas. Masukan, kritik, dan saran. Terima kasih. Salam literasi.